Selasa, 28 Agustus 2012

Edisi Menikmati

Kata siapa cinta itu selalu sarat bahagia? itu hanya anggapan orang tak berlogika.
cinta itu repot, apalagi kalau berhubungan dengan bangkai cinta lalu, mata bisa melotot, lengan bisa berotot,
Realistis itu penting, nikmati selagi cinta masih mengajak kita berselimut dengannya, akui juga jika sudah ada yg pergi, berlalu. Tak perlu menunggu.  Menunggu itu mengganggu, jaminan bersama dengan yang baru akan semakin berkurang. Realistis itu nomer satu, bisa jadi tak lagi sejalan, bisa juga tak lagi satu langkah..
Nikmati saja cinta yang datang, dari jejak yang basah sebelum menjadi basi. Nikmati saja busur panahnya, dan berusahalah untuk tidak terpanah dari busur jenuhnya. Menikmati cinta, sama seperti menikmati senyumnya, tak selalu terbentuk dari bibirnya, tapi usaha kuatmu membentuknya!

Senin, 13 Agustus 2012

Saya tidak membencimu

Tiga tahun bersama, dan baru kali ini saya merasa amat sangat terpukul, dan sedikit dibohongi. Tapi ketika saya menulis ini, saya yakin cinta di hatinya pada saya masih ada dan kuat. Sedangkan saya, hanya bisa diam tak bisa mengekspresikan semua yang saya rasakan. Pada akhirnya, saya hanya bisa menulis.

gimana bisa mengekspresikan, lha wong dia masih sangat mencintai saya. Jadi rasanya seperti apa ya.. ketika kita merasa di bohongi (dulu) tapi saat ini dia sangat mencintai saya. Ada nasihat yang berbisak pada saya, lupakan saja.. toh itu dulu, saat kalian belum naik ke level yang sekarang kan, lihat deh dulu kamu dan dia seperti apa, kamu pun tak jauh dari salah. Sudah, lihat dia yang sekarang saja..

yup begitulah nasihat baik yang berbisik di telinga kanan ku. Malaikat mungkin,hehe

Tapi yang namanya manusia, pasti selalu menyanggah, begitu pula saya saat ini, menyanggah bisikan baik itu. Sebenarnya saya tidak sepenuhnya menyanggah, tapi saya kemudian menjadi ragu, takut jelas ada, was-was aduh apalagi itu. Takut kenapa? takut dia masih seperti itukah? iya. Pernah memergoki dia seperti itu? belum. Lalu kenapa, bukannya itu bukti dia bahwa dia sudah serius.

Nah begitu lah kalau saya sedang debat dengan diri sendiri.

Jujur saat saya menulis ini, perasaan takut itu masih ada. Saya jadi tidak enjoy sendiri, salting sendiri di depannya. Seperti ada yang salah. Dan sungguh saya tidak bermaksud untuk memperkarakan ini. Entah kenapa saya merasa takut, jatuh pada hal yang sama. Yang dulu pernah saya rasakan (beberapa) kali.

Wajar kan kalau saya seperti ini? atau sebaliknya, saya tidak patut seperti ini?
Apa yang harus saya lihat darinya supaya saya yakin bahwa dia memang sudah berubah dan benar-benar mencintai saya..?

Lupa II

Setelah subuh kali ini, aku tak tertarik untuk bersembunyi di balik selimut.
Aku lebih tertarik untuk mencoba menterjemahkan rasa yang dari kemarin membuntutiku seolah ingin membunuhku ketika aku tak bisa mencoba menjelaskan.

Masih dengan dingin yang mengikat,
rasa sakit itu memikat gairah ku menulis.
walau dengan perasaan setengah hancur,
aku terus berusaha menulis selancar mungkin.

menutupi bunyi degup jantung dengan alunan musik
yang hampir sama iramanya,
aku sempurna menemukan luka,
persis seperti aku mendengar kabar kehilangan.
Aku berhenti untuk menulis, dan takut semua orang tahu..
sampai sekarang aku benar-benar lupa..
tentang bagaimana mengakhiri sebuah kalimat.

Lupa

aku lupa caranya menulis,
untuk memperjelas apa yang kurasakan..
atau aku yang semakin egois pada diri sendiri?
menganggap apa yang ku rasakan, ku lihat dan ku sentuh adalah privacy ku..?

aku lupa caranya menulis,
untuk memperjelas semua yang terjadi..
sebelum mereka menjudge, selayaknya hakim yang tak tahu apa-apa,

aku lupa caranya menulis,
bahkan aku lupa caranya mengakhiri kalimat.